Selanjutnya, Alif kemudian ikut ujian UMPTN dan berhasil kuliah di Bandung. Tepatnya di jurusan Hubungan Internasional. Meski tidak berhasil masuk ke ITB, tapi bagi Alif tak mengapa. Ia tetap menjalani kuliahnya dengan sungguh-sungguh. Meski ia sering mengalami masalah seperti keuangan dan semacamnya. Awalnya Alif hampir menyerah, hanya saja ia kembali teringat mantra “man shabara zhafira” yang artinya, siapa yang bersabar akan beruntung. Ia memilih unutk berjuang dan bersabar.
Pada akhirnya, Alif berhasil memperbaiki kondisi keuangannya dengan cara menulis. Bahkan dengan hasil menulis itu, ia bisa mengirimkan sedikit uang bagi keluarganya di kampung. Seiring berjalannya waktu, Alif tiba pada keberuntungannya yang pertama dimana ia terpilih sebagai mahasiswa utusan dalam program pertukaran belajar ke Benua Amerika. Alif memilih Negara Kanada. Di sana ia tinggal bersama keluarga angkat. Mereka sangat dekat. Saat tiba waktu Alif untuk kembali ke Indonesia, keluarga angkatnya di Kanada sangat sedih. Namun Alif meninggalkan janji untuk mereka, kelak ia akan kembali ke Kanada. Janji tersebut ditepatinya 11 tahun kemudian. Ia kembali berkunjung ke Kanada bersama isterinya.
Novel Ranah 3 Warna ini sangat cocok dibaca mereka yang takut bercita-cita. Dan kalaupun ada cita-cita, kita selalu mencemaskannya. Kisah Alif yang dikemas apik dalam novel ini memberikan kita paradigm kuat bahwa cita-cita harus selalu dikejar bagaimanapun caranya. Dan yang paling penting adalah mengawinkan usaha dengan kesabaran. Sebab, boleh jadi hasil kerja keras kita tidak nampak di awal tetapi di akhir. Jika di tengah jalan kita memtuskan menyerah, maka rugi besarlah kita.
Dari segi bahasa, penulisan novel ini cukup baik. Penulisnya cerkas dan tidak suka menghambur-hamburkan kata. Meski demikian, alur cerita tetap berjalan apa adanya tanpa terkesan buru-buru atau sebaliknya, terlalu lambat. Novel motovasi ini sangat cocok Anda hadiahkan bagi anak-anak agar semangatnya mengejar cita-cita bisa lebih kuat lagi.